Permasalahan lokus makna ekspresi lingual secara epistemologis mengacu pada permasalahan kebermaknaan ekspresi lingual. Tidak akan logis ada lokus makna ekspresi lingual jika kebermaknaan (meaningfulness) ekspresi lingual tidak ada. Justru,
permasalahan lokus makna ekspresi lingual tersebut pada hakikatnya merupakan
permasalahan lokus kebermaknaan ekspresi lingual. Sementara itu, permasalahan
kebermaknaan itu sendiri tidak dapat dilepaskan dari penutur bahasa karena
permasalahan bermakna tidaknya suatu ekspresi lingual merupakan hasil
pengetahuan penutur suatu bahasa dengan kebermaknaan. Oleh karena itu,
sebagaimana juga telah dikatakan sebelumnya, pertanyaan mengenai kebermak-naan
ekspresi lingual sesungguhnya mengkaji tentang wujud pengetahuan penutur
terhadap kebermaknaan ekspresi lingual.
Meskipun
kebermaknaan ekspresi lingual tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan
kebahasaan penutur, tidak berarti bahwa setiap penutur dapat dijadikan ukuran
untuk menentukan kebermaknaan sebuah ekspresi lingual. Seorang penutur sebuah
bahasa yang mungkin saja menyatakan tidak memahami sebuah ekspresi lingual
dalam bahasanya tidak serta merta menjadikan ekspresi lingual tersebut tidak
bermakna. Dalam hal ini, “kebermaknaan” (meaningfulness)
suatu ekspresi lingual harus dibedakan dengan “keterpahaman” (understandable) suatu ekspresi.
Kebermaknaan ekspresi lingual berbeda dengan keterpahamannya. Suatu ekspresi
lingual yang bermakna belum tentu dapat dipahami. Misalnya, sebuah ekspresi
lingual yang dituturkan oleh seorang penutur dewasa, dan juga dapat dipahami
oleh orang dewasa, belum tentu dapat dipahami oleh anak balita. Contoh lainnya
adalah ekspresi lingual dalam bahasa asing yang tidak dipahami oleh para
penutur dalam bahasa lain. Ekspresi lingual tersebut tetap bermakna meskipun
tidak dapat dipahami oleh penutur lain yang berbahasa berbeda.
Pembahasan
di atas menunjukkan bahwa permasalahan “kebermaknaan ekspresi lingual” bersifat
lebih umum dan lebih abstrak dibandingkan dengan permasalahan “keterpahaman
ekspresi lingual”. Suatu ekspresi lingual yang bermakna belum tentu dapat
dipahami sebagaimana contoh yang disebutkan di atas. Dalam hal ini,
ketidakketerpahaman ekspresi lingual tersebut disebabkan oleh faktor subjektif,
yaitu orang yang memahami ekspresi lingual tersebut. Ketidaketerpahaman seorang
anak balita terhadap satu ekspresi lingual yang dituturkan oleh orang dewasa
dapat disebabkan karena keterbatasan penguasaan kosa katanya. Penyebab yang
sama dapat juga terjadi pada seseorang yang sedang belajar bahasa asing. Dengan
demikian, ketidakketerpahaman ekspresi lingual tersebut disebabkan kesenjangan
lingual antara subjek dengan ekspresi lingualnya. Keadaan itu juga
mengimplikasikan bahwa kebermaknaan berkaitan dengan pengetahuan kebahasaan
penutur asli secara umum bukan pengetahuan kebahasaan penutur orang per-orang
secara kasus.
Di
samping ketidakketerpahaman yang disebabkan oleh kesenjangan lingual antara
subjek dengan ekspresi lingualnya, terdapat juga ketidakketerpahaman yang
disebabkan oleh faktor lain. Faktor tersebut bukan merupakan faktor yang datang
dari subjek yang memahaminya melainkan faktor yang datang dari ekspresi
lingualnya itu sendiri seperti pada (18).
(18) a. Colorless green ideas sleep furiously (Chomsky, 1957)
[Gagasan-gagasan
hijau yang takberwarna tidur dengan marah]
b. My uncle always sleeps awake (Leech, 1981)
[Pamanku
selalu tidur terjaga]
Pada
kasus ini, pemahaman perbedaan antara pengertian kebermaknaan dengan
keterpahaman menjadi sangat penting. Ekspresi lingual (18.a) dan (18.b),
berdasarkan kerangka penjelasan di atas, dikatakan sebagai bagian contoh
ekspresi-ekspresi lingual yang bermakna (meaningful)
tetapi tidak memiliki keterpahaman atau dalam bahasa Ingris nonsensical. Kedua ekspresi lingual
tersebut dikatakan bermakna karena deskripsi yang terdapat di dalam ekspresi
lingual (18.a) dan (18.b) dapat dijelaskan. Bentuk penjelasan yang paling
sederhana dapat dilihat pada terjemahannya. Ekspresi lingual (18.a)
mendeskripsikan ‘sebuah subjek yang tidur dalam keadaan tertentu’. Sementara
itu, ekspresi lingual (18.b) mendeskrisikan ‘paman penutur yang memiliki
kebiasaan tidur dalam keadaan terjaga’.
Penjelasan
kebermaknaan ekspresi lingual (18.a) dan (18.b) dimungkinkan oleh dua hal.
Pertama adalah penjelasan yang bersifat gramatikal, baik pada tataran
morfologis maupun tataran sintaktis. Kaidah-kaidah morfologis dan sintaktis
dalam setiap bahasa memungkinkan kebermaknaan morfologis dan sintaktis yang
dibangun oleh setiap unsur di dalam suatu ekspresi lingual, bahkan meskipun
unsur-unsur lingual penyusunnya hanya berupa unsur-unsur bunyi yang tidak
memiliki arti seperti (19) bagi penutur bahasa Indonesia.
(19) a. caca blabla nana
b. caca memblabla nana
c. caca diblabla oleh nana
Apabila (19.a) dituturkan dengan intonasi dan
segmentasi tertentu, maka akan terbangun relasi kebermaknaan gramatikal
antarunsurnya, meskipun setiap unsur ekspresi lingual (19.a) tersebut secara
individual tidak memiliki arti. Relasi gramatikal, dalam hal ini relasi
sintaktis, antarunsur tersebut semakin terlihat dengan bantuan afiks ‘meN-’
pada (19.b) dan ‘di-’ pada (19.c). Dengan demikian, ekspresi lingual (19) tetap
dikatakan memiliki kebermaknaan, dalam hal ini tepatnya “kebermaknaan
gramatikal” (grammatical meaningfulness),
meskipun tidak memiliki “keterpahaman”. Inilah sebenarnya apa yang dimaksudkan
oleh Chomsky (1957) tentang kebermaknaan ekspresi lingual (18.a), yaitu
kebermaknaan grammatikal berdasarkan ekspresi lingual (19) yang bersifat
otonom. Kekeliruan sebagian linguis dalam menyikapi pendapat Chomsky (1957)
tentang kebermaknaan ekspresi lingual (18.a) pada dasarnya disebabkan oleh
pencampuran antara nosi “kebermaknaan” dengan nosi “keterpahaman”. Chomsky
(1957:15) sendiri menyebut ekspresi lingual (18) sebagai ekspresi lingual yang
gramatikal tetapi nonsensical (tidak
masuk akal). Dapat juga dikatakan sebagai ekspresi lingual yang meaningful tetapi nonsensical.
Kedua
adalah penjelasan kebermaknaan ekspresi lingual (18.a) dan (18.b) yang
didasarkan pada konsep teoretis “semantik dunia kemungkinan” (possible world semantics). Konsep
teoretis “semantik dunia kemungkinan” itu sendiri juga tidak dapat dilepaskan
dari konsep teoretis “syarat-syarat kebenaran” (truth conditions). Ekspresi lingual (18.a) dan (18.b) adalah
ekspresi-ekspresi lingual yang realisasi faktualnya tidak akan pernah ditemukan
dalam dunia nyata kecuali kedua ekspresi lingual tersebut dipahami dalam
semantik dunia kemungkinan. Itu berarti bahwa “nilai kebenaran” (truth value) kedua ekspresi lingual
tersebut adalah keliru (false) secara
faktual. Jika penutur bahasa tersebut dapat menyatakan bahwa nilai kebenaran
ekspresi lingual (18) adalah ‘keliru’ secara faktual, maka sesungguhnya dia
mengetahui syarat-syarat ekspresi lingual tersebut untuk menjadi benar. Karena
nilai kebenaran ekspresi lingual (18.a) dan (18.b) ternyata keliru secara
faktual, maka nilai kebenaran kedua ekspresi lingual tersebut berada dalam satu
dunia lain yang disebut dengan “semantik dunia kemungkinan”, sebuah konsep
teoretis yang pertama kali dikenalkan oleh Leibniz (1765/1981). Dengan
demikian, ekspresi lingual sepert (18.a) dan (18.b) tetap memiliki kebermaknaan
tetapi di dalam semantik dunia kemungkinan.
Berdasarkan
penjelasan di atas, sebuah ekspresi lingual yang nilai kebenarannya keliru atau
tidak faktual tidak serta merta dikatakan sebagai sebuah ekspresi lingual yang
tidak bermakna (meaningless). Jika
ekspresi lingual tersebut dikatakan sebagai sebuah ekspresi lingual yang tidak
bermakna, secara epistemologis pernyataan tersebut bermasalah. Bagaimana sebuah
ekspresi lingual dapat dikatakan tidak bermakna sementara kebermaknaannya
diketahui? Oleh karena itu, pada umumnya yang dimaksud dengan
“ketidakbermaknaan” ekspresi lingual seperti (18) bukan mengacu pada pengertian
‘kemampuan penutur bahasa dalam memahami identitas, definisi, atau deskripsi
dalam suatu ekspresi lingual berdasarkan unsur-unsur gramatikal dan
leksikalnya’. Ketika ekspresi-ekspresi lingual seperti (18) dikatakan sebagai
ekspresi-ekspresi lingual takbermakna, kebermaknaan yang dimaksud adalah
kekeliruan nilai kebenaran dalam ekspresi lingual atau dalam bahasa sehari-hari
dikatakan sebagai ekspresi lingual yang maknanya tidak masuk akal. Dari sinilah
kekacauan pengertian kebermaknaan muncul karena dicampuradukkan dengan
pengertian keterpahaman secara logika atau keterpahaman sebagai wujud kebenaran
faktual (factual truth). Untuk
itulah, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perlu dibedakan antara
“kebermaknaan” dan “keterpahaman”.
Secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa “kebermaknaan[1]” mengacu pada
‘unsur-unsur gramatikal dan semantik dunia kemungkinan suatu ekspresi lingual
yang memungkinkan penutur bahasa tersebut dapat memahami identitas, definisi,
atau deskripsi dalam suatu ekspresi lingual’. Unsur-unsur gramatikal yang
meliputi kaidah morfologis dan sintaktis merupakan kunci dasar dalam pengertian
kebermaknaan. Kebermaknaan sebuah ekspresi lingual pertama sekali sangat
ditentukan oleh faktor gramatikalitasnya. Tentu saja unsur-unsur yang terdapat
dalam faktor grmatikalitas memiliki derajat yang berbeda dalam menentukan
kebermaknaan suatu ekspresi lingual. Ada unsur-unsur gramatikal yang inti
sehingga menjadi pementu utama kebermaknaan dan ada juga yang bersifat
periferal. Unsur-unsur gramatikal yang bersifat universal, yaitu dapat
ditemukan pada setiap bahasa, pada umumnya merupakan unsur-unsur inti dan yang
bersifat khusus bahasa perbahasa pada umumnya bersifat periferal. Unsur
gramatikal yang berupa sistem kategorial dalam sintaksis merupakan salah satu
unsur inti kebermaknaan. Sementara itu, unsur gramatikal yang berupa kala
merupakan salah satu unsur periferal kebermaknaan. Permasalahan ini secara
rinci menjadi bidang penelitian tersendiri yang belum banyak digarap oleh para
linguis.
Konsep
teoretis kebermaknaan semacam itu seakan-akan mengimplika-sikan adanya
tingkat-tingkat makna (levels of meaning)
di dalamnya. Adanya tingkatan makna ini sebenarnya juga tersirat di dalam
prinsip komposisionalitas. Hanya saja prinsip komposisionalitas tidak
memisahkan antara kebermaknaan gramatikal di satu sisi dengan kebermaknaan
leksikal di sisi lain. Kebermaknaan leksikal akan menjadi unsur yang tidak
berarti apabila gramatikalitas sebagai unsur kebermaknaan tidak ada seperti
terlihat pada (20).
(20) a. lari, kejar, tulis.
b. di, kertas, gelas, kepada.
c. cepat, dengan, kemarin, akan.
Berbeda dari (19) yang memiliki unsur
gramtikalitas, ekspresi lingual (20) sama sekali tidak memiliki unsur
gramatikalitas meskipun sebagian penyusunnya secara individual memiliki makna.
Hal ini menunjukkan bahwa gramatikalitas memiliki derajat kebermaknaan yang
lebih dibandingkan dengan kebermaknaan leskikal dalam sebuah proposisi. Bahkan,
dapat dikatakan bahwa gramatikalitas termasuk bagian inti dalam kebermaknaan
ekspresi lingual dalam pengertian proposisi.
Unsur
gramatikalitas dalam pengertian kebermaknaan sebagaimana dijelaskan di atas
itulah yang seharusnya menjadi dasar konsep teoretis prinsip kemurnian semantik
(semantic innocence). Unsur
gramatikalitas dalam kebermak-naan ekspresi lingual inilah yang bersifat paling
bebas konteks. Kebermaknaan (19.b) dan (19.c), misalnya, bersifat tetap. Makna
tetap (standing meaning) yang
terdapat dalam (19) tersebut memiliki unsur tambahan seiring dengan masuknya
makna leksikon yang merealisasikan setiap unsur penyusunnya. Dengan demikian,
makna tetap tersebut pada hakikatnya tidak mengalami perubahan, tetapi
mengalami penambahan seperti tampak pada (21).
(21) a. caca memblabla nana
b. caca memukul adiknya.
c. caca membelai adiknya .
Jika
kebermaknaan gramatikal di dalam (21.a) disajikan dalam X[a>b] di mana X
adalah unsur ‘memblabla’, a adalah unsur ‘caca’, b adalah unsur ‘nana’, dan
> adalah unsur fungsi sintaktis transitivitas S ke O; maka secara
keseluruhan kebermaknaan gramatikal (21) dapat disajikan dalam (22).
(22) a. X [a
> b]
b. Xz [az > bz]
c. Xy [ay > by]
Terdapat
kebermaknaan gramatikal yang bersifat tetap atau stabil di dalam (22), yaitu
kebermaknaan relasi gramatikal X[a>b]. Unsur semantik leksikon menyusun
(21.b) dan (21.c) memperluas kebermaknaan gramatikal (22.a). Di sini tidak
digambarkan adanya perubahan kebermaknaan unsur dasarnya. Yang terjadi adalah masuknya unsur semantik
leksikon pada unsur dasarnya sehingga memperluas kebermaknaan unsur dasarnya.
Perluasan kebermaknaan gramatikal tersebut dipengaruhi oleh semantik leksikon
yang bersifat lebih kongkrit. Unsur semantik leksikon z dalam X
menjadi Xz memperluas kebermaknaan unsur a dan b terhadap X juga
menjadi az dan bz. Hal yang sama juga terjadi pada unsur
semantik leksikon y. Interaksi kebermaknaan gramatikal ini
sebenarnya merupakan interaksi analisis dalam sintaksis yang selama ini disebut
dengan analisis fungsi sintaktis dan peran semantis yang sering sekali dibahas
secara mandiri. Fungsi sintaktis merupakan tingkat yang paling abstrak dalam
analisis sintaktis dan peran semantis merupakan tingkat yang paling tidak
abstrak (Sudaryanto, 1983:13). Karena fungsi sintaktis bersifat paling abstrak,
tidak mengherankan jika fungsi sintaktis menghasilkan kebermaknaan gramatikal
yang bersifat tetap. Penjelasan kebermaknaan gramatikal ini memberikan sudut
pandang baru dalam menyokong dan menjelaskan peran prinsip komposisionalitas
dan kemurnian semantik dalam kebermaknaan ekspresi lingual. Namun, permasalah
kebermaknaan semacam itu akan berubah seiring semantik dunia kemungkinan
dimasukkan sebagai konteks eskpresi lingual.
Dapat
disimpulkan bahwa kebermaknaan lebih bersifat primer dibandingkan dengan
keterpahaman. Di tingkat kebermaknaan sendiri, kebermaknaan gramatikal lebih
bersifat primer dibandingkan kebermaknaan faktual. Untuk membedakan antara
kebermaknaan dengan keterpahaman, perlu digunakan istilah kesadaran (awareness). Kebermaknaan mengacu pada
kesadaran yang lebih ke arah kesadaran internal, sedangkan keterpahaman adalah
kesadaran internal yang telah dikontekstualisasi sehingga berjalan lebih ke
arah eksternal. Kebermaknaan (21.a), misalnya, jelas merupakan hasil proses
kesadaran internal yang bersifat umum dan mengatasi berbagai kekhususan yang
dapat dipengaruhi oleh semantik leksikon. Ini menunjukkan bahwa pengertian
keterpahaman senantiasa melibatkan faktor kebermaknaan. Ekspresi lingual yang
bermakna dapat dimungkinkan tidak memiliki keterpahaman sebagaimana halnya
contoh (18) dan (19). Sebaliknya, ekspresi lingual yang dikatakan memiliki
keterpahaman tidak mungkin tidak memiliki kebermaknaan. Dapat juga dikatakan
bahwa ‘setiap ekspresi lingual yang memiliki keterpahaman’ pasti memiliki
“kebermaknaan”, sedangkan ‘setiap ekspresi yang memiliki kebermaknaan’ belum
tentu memiliki “keterpahaman”. Dalam hal ini, pengertian keterpahaman secara
teknis dan khusus mengacu pada kebermaknaan faktual.
Berdasarkan
pembahasan di atas, secara keseluruhan kebermaknaan ekspresi lingual dan
keterpahamannya dapat disajikan dalam Gambar 5.1.
Gambar
5.1. Kebermaknaan Ekspresi Lingual
Kebermaknaan
ekspresi lingual didasari oleh kebermaknaan gramatikal yang meliputi
kebermaknaan morfologis dan kebermaknaan sintaktis. Kebermaknaan gramatikal ini
bersifat abstrak karena hanya berupa serangkaian fungsi logika sebagai sebuah
proposisi. Namun, fungsi tersebut dapat diisi oleh semantik leksikon dalam
konteks semantik dunia kemungkinan. Dengan kata lain, selama ekspresi lingual
tersebut dapat dikatakan memenuhi kategori kebermaknaan gramatikal, ekspresi
lingual tersebut memiliki keterpahaman, setidaknya keterpahaman dalam semantik
dunia kemungkinan. Hanya saja, ketika dihadapkan pada nilai kebenaran (truth value) yang di dasarkan pada
konteks faktual, tidak semua kebermaknaan dunia kemungkinan memiliki kebenaran
faktual. Semakin arah kebermaknaan tersebut ditarik ke atas, peran keadaan
internal penutur semakin besar terhadap kebermaknaan ekspresi lingual.
Sebaliknya, semakin kebawah, konteks yang memliki peran semakin besar. Dengan demikian, Gambar 4.17. dapat disajikan
ulang dalam Gambar 4.18. dengan lebih sederhana tetapi dengan keterlibatan
penutur dan konteks faktual yang lebih terlihat.
Gambar
5.2. Relasi antara Kebermaknaan Ekspresi Lingual
dengan
Penutur dan Konteksnya
[1] Pengertian
“kebermaknaan” ini bersifat tentatif dan pengertian secara terperinci disajikan
dalam ancangan teori lokus makna dan kebermaknaan ekspresi lingual dan tuturan
metaforis yang diajukan dalam penelitian ini dalam bagian E dan F.
Daftar Acuan
Abbott, Barbara. 2010. Reference. Oxford: Oxford University Press.
Akmajian, Adrian; Richard A. Demers; Ann K. Farmer; Robert M. Harnish. 2001. Linguistics:An Introduction to Language and Communication. Edisi ke-5. Cambridge: The MIT Press
Ali Imron Al-Ma’ruf. 2009. “Kajian Stilistika Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Perspektif Kritik Holistik”. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Allott, N. & Textor, M. 2012. “Lexical pragmatic adjustment and ad hoc concepts”. International Review of Pragmatics,Vol. 4 No.2. hal. 185–208.
Almog, Joseph; Perry, John dan Wettstein, Howard (Eds.). 1989. Themes from Kaplan. Oxford: Oxford University Press.
Austin, J. L. 1961/1996. “Performative utterances”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition. New York: Oxford University Press. Hal. 120 – 129.
__________ 1962. How To Do Things With Words (The Willian James Lectures delivered at Harvard University in 1955). Oxford: ClaredonPress.
Ayer, A. J. 1936/1971. Language, Truth, and Logic. London: Penguin Books.
Ayoob, Emily. 2007. "Black & Davidson on Metaphor," Macalester Journal of Philosophy. Vol. 16: No. 1, hal. 56-64.
Badudu, J. S. dan Zain, Sutan Muhammad. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Barsalou, Laurence. 1983. “Ad hoc categories”. Memory & Cognition, Vol.11 No.3. Hal. 211 – 227.
________________. 2010. “Ad hoc categories”. Dalam P.C. Hogan (ed.). The Cambridge Encyclopedia of the Language Sciences. New York: Cambridge University Press. Hal. 86–87
Bezuidenhout, A. 2001. “Metaphor and what is said: a defense of a direct expression view of metaphor. Dalam P. A. French dan H. K. Wettstein (eds.), Midwest Studies in Philosophy (Vol.25): Figurative Language. Boston: Blackwell. Hal.156–186.
Black, M. 1979/1993. “More on Metaphor”. Dalam Ortony, A (ed.). Metaphor & Thought . Cambridge: Cambridge University Press.
Blackburn, Simon. 2005. Truth: A Guide for the Perplexed. London: Penguin.
Bloomfield, Leonard. 1933. Language. New York: Henry Holt
Boeckx, Cedric. 2006. Linguistic Minimalism: Origins, Concepts, Methods, and Aims. Oxford: Oxford University Press
Borg, Emma. 2001. “An expedition abroad: metaphor, thought, and reporting”. Dalam P. French dan H Wettstein (eds.). Studies in Philosophy XXV. Oxford: Blackwell. Hal. 227-248
___________ 2004. Minimal Semantics. Oxford: Oxford University Press
___________ 2007. “Minimalism versus Contextualism in Semantics”. Dalam Gerhard Preyer dan Georg Peter (eds.). Context-Sensitivity and Semantic Minimalism: New Essays on Semantics and Pragmatics. Oxford: Oxford University Press
Bӧrjesson, Kristin. 2011. “The Notions of Literal and Non-literal Meaning in Semantics and Pragmatics”Disertasi. Der Philologischen Fakultat, der Universitat Leipzig
Bowerman, M. 1976. “Semantic factors in the acquisition of rules for word use and sentence construction”. Dalam Morehead, D dan Morehead, A (Eds.). Directions In Normal and Deficient Language Development. Baltimore: University Park Press.
Brown, Harold I. 2007. Conceptual Systems. London: Routledge
Bühler, Karl. 1934/2011. Theory of Language: The representational function of language. Amsterdam: John Benjamins.
Camp, Elisabeth. 2005. “Josef Stern, Metaphor in Context”. NOUS. Vol. 39, No.4, hal. 715–731
_____________ 2006a. “Contextualism, metaphor, and what is said”. Mind & Language. Vol. 21, No. 3, hal. 280–309.
_____________ 2006b. “Metaphor in the mind: the cognition of metaphor”. Philosophy Compass. Vol. 1, No.2, hal. 154–170
Campbell, J. K; O’Rourke, M; dan Shier, D. (eds.) 2002. Meaning and Truth: Investigations in Philosophical Semantics. New York: Seven Bridges Press
Cappelan, Herman dan Lepore, Ernie. 2005. Insensitive Semantics: A Defence of Semantic Minimalism and Speech Act Pluralism. Oxford: Blackwell
Carnap, Rudolf. 1942. Introduction to Semantics. Massachusette: Harvard University Press
______________ 1956. “A methodological character of theoretical concept”. Dalam Feigl, Herbert dan Scriven, Michael (eds.) The Foundations of Science and the Concepts of Psychology and Psychoanalysis.Minneapolis: University of Minnesota
Carston, Robyn. 1997. “Enrichment and Loosening: Complementary Processes in Deriving the Proposition Expressed?”. Dalam Eckard Rolf (ed.). Pragmatik: Implikaturen und Sprechate. VS Verlag für Sozialwissenschaften, hal. 103- 127.
_____________ 2010a. “Lexical pragmatics, ad hoc concepts and metaphor: from a relevance theory perspective”. Italian Journal of Linguistics. Vol, 22, No. 1, hal. 153 - 180.
_____________ 2010b. “Metaphor: Ad Hoc Concepts, Literal Meaning, and Mental Image”. Proceedings of The Aristotelian Society. Vol. CX, Part. 3, hal. 297- 323.
_____________ 2012. “Metaphor and the literal/nonliteral distinction”. Dalam K Allan dan K.K. Jaszczolt(eds.). The Cambridge Handbook of Pragmatics. Cambridge : Cambridge University Press
Chapman, Siobhan. 2000. Philosophy for Linguists: An Introduction. London: Routledge
________________ 2008. Language and Empiricism: After the Vienna Circle. New York: Palgrave Macmillan
Chi, Michelene T. H. dan Roscoe, Rod D. 2002. “The Process and Challenges of Conceptual Change”. Dalam Limón, Margarita dan Mason, Lucia (eds). Reconsidering Conceptual Change: Issues in Theory and Practice. New York: Kluwer Academic Publisher
Chomsky, Noam. 1957. Syntactic Structures. Paris: Mouton.
______________ 1965. Aspects of the Theory of Syntax. Cambridge: MIT Press
______________ 1995. Minimalist Program. Cambridge: MIT Press
Churchland, P. 1988. Matter and Consciousness. Cambridge: MIT Press/Bradford Books
Clausner, Timothy C. dan Croft, William. 1999. “Domains and image schemas”. Cognitive Linguistics. Vol. 10 No.1. hal. 1 – 31
Cohen, Ted. 2008. Thinking of Other: On the Talent for Metaphor. Princeton: Princeton University Press.
Cohen, L. J. 1979/1993. The Semantics of Metaphor. Dalam Ortony, A (ed.). Metaphor & Thought . Cambridge: Cambridge University Press.
Cook, John W. 1999. Wittgenstein, Empiricism, and Language. Oxford: Oxford University Press.
Cooper, David E. 2003. Meaning. Chesham: Acuman Publishing
Croft, William dan Cruse, Alan D. 2004. Cognitive Linguistics. Cambridge: CUP
Cruse, Alan. 2006. A Glossary of Semantics and Pragmatics. Edinburg: Edinburg University Press
Cummins, Robert. 2002. “Truth and meaning”. Dalam Campbell, J. K; O’Rourke, M; dan Shier, D. (eds.)Meaning and Truth: Investigations in Philosophical Semantics. New York: Seven Bridges Press.
Dafrizal dan Faridah Ibrahim. 2010. “Pembingkaian Metafora dan Isu Terorisme: Satu Interpretasi Konseptual”. CoverAge, Vol. 1, No. 1. hal. 33–45
Davidson, Donal. 1984. Inquiries into Truth and Interpretation. Oxford: Oxford University Press
______________ 1968/1984. “On saying that”. Dalam D. Davidson . Inquiries into Truth and Interpretation. Oxford: Oxford University Press
______________ 2005. Truth and Predication. Cambridge: The Belknap Press of Havard University Press
Davis, Wayne A. 2005. Nondescriptive Meaning and Reference: An Ideational Reference. Oxford: Claredon Press.
Dinneen, Francis P. 1995. General Linguistics. Washington: Georgetown University Press.
Dummett, Michael. 1976/2005. “What is a theory of meaning”. Dalam Evans, Gareth dan McDowell, John. (eds.). Truth and Meaning: Essays in Semantics. Oxford: Clarendon Press. Hal. 67-137.
Edi Subroto, D. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: UNS Press
______________ 2011. Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik (Buku 1, Pengantar Studi Semantik).Surakarta: Cakrawala Media
Evans, Gareth dan McDowell, John. 1976/2005. “Introduction”. Dalam Gareth Evans dan John McDowell (eds.). Truth and Meaning: Essays in Semantics. Oxford: Clarendon Press.
Evans, Vyvyan dan Green, Melanie. 2006. Cognitive Linguistics: An Introduction. Edinburgh: Edinburgh University Press
Evans, Vyvyan. 2009. Lexical Concepts, Cognitive Models, and Meaning Construction. Oxford: Oxford University Press
_____________ 2011. “Language and cognition: the view from cognitive linguistics”. Dalam Vivian Cook dan Benedetta Basetti (eds.). Language and Bilingual Cognition. New York: Francis and Taylor. Hal. 69-108
______________ 2013. “Metaphor, lexical concepts and figurative meaning construction”. Cognitive Semiotics.http://www.vyvevans.net/#Papers
Endro Sutrisno. 2007. “Metafora dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA: Studi Kasus di tiga SMA di Surabaya”. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Pascasarajana, Universitas Sebelas Maret.
Fillmore, Charles J. 1982. “Frame semantics”. Dalam The Linguistic Society of Korea (ed.). Linguistics in the Morning Calm: Selected Papers from SICOL-1981. Seoul: Hanshin. Hal.111–37
Finke, R.A. 1989. Principles of Mental Imagery. Cambridge: MIT Press
Fetzer, Anita. 2011. “Pragmatics as a linguistic concept”. Dalam Bublitz, Wolfram dan Norrick, Neal R (eds).Foundations of Pragmatics. Berlin: De Gruyter Mouton. Hal. 23 – 50.
Fodor, Jerry. A. 1983. The Modularity of Mind. Cambridge: MIT Press
Fogelin, R. J. 1988. Figuratively Speaking. New Haven: Yale University Press
Forrester, Stefan. 2010. “Theories of metaphor in seventeenth and eighteenth-century British philosophy”.Literature Compas. Vol. 7 No. 8. Hal. 610-625.
Frege, Gottlob. 1914/1979. “Logic in Mathematics” (Terj. P. Long dan R. White). Dalam H. Hermes, F. Kambartel, dan F Kaulbach (eds.). Gottlob Frege. Posthumous Witings. Oxford: Basil Blackwell
____________ 1892/1996. “On sense and nominatum”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition. New York: Oxford University Press. Hal. 186-198.
Garcia-Carpintero, Manuel. 2006. “Recanati on the semantics/pragmatics distinction”. CRITICA. Vol. 38, No.112, hal .35-68
Gärdenfors, Peter. 1999. “Some tenets of Cognitive Semantics”. Dalam Allwood, Jens dan Gärdenfors, Peter (eds.). Cognitive Semantics: Meaning and Cognition. Amsterdam: John Benjamin. Hal. 19–36.
Geary, James. 2011. I Is an Other: The Secret Life of Metaphor and How It Shapes the Way We See the World. Ney York: Harper Collins.
Geeraerts, Dirk. 2006. “Introduction: a rough guide to Cognitive Linguistics”. Dalam Geeraerts, Dirk (ed.).Cognitive Linguistics: Basic Readings. Ney York: Mouton de Gruyter. Hal. 1–28
Gibbs, Raymond W. 1996. “Why many concepts are metaphorical”. Cognition, 61. Hal. 309-319. Elsevier.
_________________ 1994. The poetics of Mind: Figurative Thought, Language, and Understanding. Cambridge: Cambridge University Press
_________________ 2004. Intentions in the Experience of Meaning. Cambridge: Cambridge University Press
_________________ (Ed.). 2008. The Cambridge Handbook of Metaphor and Thought. Cambridge: Cambridge University Press.
Gibbs, Raymond W dan Gerard J. Steen (eds.). 1997. Metaphor in Cognitive Linguistics. Amsterdam: John Benjamins.
Gibson, Martha I. 2004. From Naming to Saying. London: Blackwell
Giere, Ronald N. 2000. “Theories”. Dalam Newton-Smith, W. H (ed.) A Companion to the Philosophy of Science. London: Blackwell
Glucksberg, Sam. 2001. Understanding Figurative Language: from Metaphors to Idioms. Oxford: Oxford University Press
Grice, H. P. 1957/1996. “Meaning”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition. New York: Oxford University Press. Hal. 85 -91.
_________ 1969. “Utterer’s meaning and intention”. The Philosophical Review. Vol. 78, No. 2. Hal. 147-177
_________ 1975/1996. “Logic and conversation”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition. New York: Oxford University Press. Hal. 156-167.
Goatly, Andrew. 1997. The Language of Metaphors. London: Routledge.
Haack, Susan. 1978. Philosophy of Logics. Cambridge: Cambridge University Press
Haiman, John. 1980. "Dictionaries and encyclopaedias". Lingua, 50. 377-88.
Haley, Michael Cabot. 1980. Concrete Abstraction: The Linguistic Universe of Metaphor. Dalam Ching, Marvin K. L, Haley, Michale C, dan Lunsford, Ronald F. Linguistic Perspective on Literature. London: Roudledge & Kegan Paul..
___________________ 1988. The Semeiosis of Poetic Metaphor. Bloomington: Indiana University Press.
Hanks, Patrick. 2006. “Metaphoricity is gradable”. Dalam Anatol Stefanowitsch dan Stefan Th. Gries (eds.).Corpus-based Approaches to Metaphor and Metonymy. New York: Mouton de Gruyter.
Hayes –Roth, Frederick. 1971. The Stiructure of Concepts. Cambridge: MIT Press
Hempel, Carl G. 1958. “The theoretician’s dilemma: a study in the logic of theory construction”. Dalam Feigl, Herbert; Scriven, Michael; dan Maxwell, Grover. (eds.) Concepts, Theories, and the Mind-Body Problem. Minneapolis: University of Minnesota
Haugh, Michael. 2002. “The intuitive basis of impliature: relevance theoretic implicitness versus Gricean implying”. Pragmatics. Vol. 12, No. 2, hal .117-134
Hillix, William A. dan L’Abate, Luciano. 2012. “The Role of Paradigms in Science and Theory Construction”. Dalam L’Abate, Luciano (ed.). Paradigms in Theory Construction. New York: Springer
Hiraga, Masako K. 2005. Metaphor and Iconocity: A Cognitive approach to analyzing text. New York: Palgrave Macmillan.
Hodges, Wilfrid. 1998. “Compositionality is not the problem”. Logic and Logical Philosophy. Vol. 6; hal. 7-33
Hurford, James R., Brendan Heasley, dan Michael B. Smith. 1984/2007. Semantics: A coursebook. (Edisi ke-2). Cambridge: Cambridge University Press
Iten, Corrine. 2005. Linguistic Meaning, Truth Conditions, and Relevance: The Case of Concessives. New York: Palgrave Macmillan
Jaccard, James dan Jacoby, Jacob. 2010. Theory Construction and Model-Building Skills: A Practical Guide for Social Scientists. New York: Guidford Press
Jackendoff, Ray. 1983. Semantics and Cognition. Michigan: MIT Press.
______________ 1989. “What is a concept, that a person may grasp it?” Mind and language. Vol. 4, No. 1, hal. 69-102.
______________ 2002. Foundations of Language: Brain, Meaning, Grammar, Evolution. Oxford: Oxford University Press.
Jakobson, Roman. 1956/1980. “Metalanguage as a linguistic problem” dalam Roman Jakobson, The Framework of Language. Michigan: Michigan Studies in the Humanities.
Johnson, Mark. 2005. “The philosophical significance of image schemas”. Dalam Beate Hampe (ed.) bekerja sama dengan Joseph E. Grady. From Perception to Meaning:Image Schemas in Cognitive Linguistics. Berlin: Mouton de Gruyter
Kaplan, David. 1975/1996. “Dthat”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition. New York: Oxford University Press.
____________ 1977/1989. “Demonstratives: an essay on the semantics, logics, metaphysics, and epistemology of demonstratives and other indexicals”. Dalam Joseph Almog, John Perry, dan Howard Wettstein (Eds.). Themes from Kaplan. Oxford: Oxford University Press.
Kadmon, N. 2001. Formal Semantics: Semantics, Pragmatics, Presupposition, and Focus. Oxford: Blackwell.
Katz, Albert N; Cacciari, Cristina; Gibbs, Raymond W; Turner, Mark. 1998. Figurative Language and Thought. New York: Oxford University Press.
Kearns, Kate. 2000. Semantics. New York: Palgrave Macmillan.
Khairina Nasution. 2008. “Metafora dalam Bahasa Mandailing: Persepsi Masyarakat Penuturnya”. Linguistik Indonesia, Tahun ke 26, No. 1. Hal. 75–87
Kohtari, 2004. Research Methodology: Methods and Techniques. New Delhi: New Age International.
Kövecses, Zoltán. 2000. Metaphor and Emotion: Language, Culture, and Body in Human Feeling. Cambridge: Cambridge University Press.
______________ 2002. Metaphor: A Practical Introduction (1st Edition). Oxford: Oxford University Press.
______________ 2005. Metaphor in Culture: Universality and Variation. Cambridge: Cambridge University Press.
______________ 2010. Metaphor: A Practical Introduction (2nd Edition). Oxford: Oxford University Press.
Kracht, Markus. 2011. Interpreted Language and Compositionality. New York: Springer.
Lakoff, George dan Mark Johnson. 1980. Metaphors We Live By. Chicago:University of Chicago Press
Lakoff, George. 1991. “Cognitive versus generative linguistics: how commitments influence results”. Language and Communication, Vol. 11, No.1/2. Hal. 53-62
_____________ 1993. “The comtemporary theory of metaphor”. Dalam Andrew Ortony (ed.). Metaphor and Thought (2nd Edition). Cambridge: Cambridge University Press.
Langacker, Ronald W. 1987. Foundations of Cognitive Grammar. Vol. I. Stanford: Standford University Press
__________________ 2000a. Grammar and Conceptualization. Berlin and New York: Mouton de Gruyter.
__________________ 2000b. “Why a mind is necessary: conceptualization, grammar, dan linguistic semantics”. Dalam Liliana Albertazzi (ed.). Meaning and Cognition. Amsterdam: John Benjamins Publishing.
__________________ 2008. Cognitive Grammar: A Basic Introduction. Oxford: Oxford University Press.
__________________ 2009. Investigation in Cognitive Grammar. Berlin and New York: Mouton de Gruyter.
Larkin, Shirley. 2010. Metacognition in Young Children. London: Roudledge
Leech, Geoffrey. 1974/1981. Semantics: The Study of Meaning. Edisi ke-2. Middlesex: Penguin Books
Leezenberg, Michiel. 2001. Contexts of Metaphor. Amsterdam: Elsevier.
Leibniz, Gottfried Wilhelm von. 1765/1981. New Essays on Human Understanding. Terjemahan oleh Peter Remnant dan Jonathan Bennett. Cambridge: Cambridge University Press.
Lubis, Syahron. 2009. “Penerjemahan Teks Mangupa dari Bahasa mandailing ke Bahasa Inggris”. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Lunsford, Ronald F. 1980. Byron’s Spacial Metaphor: A Psycholinguistic Approach. Dalam Ching, Marvin K. L, Haley, Michale C, dan Lunsford, Ronald F. Linguistic Perspective on Literature. London: Roudledge & Kegan Paul.
Lycan, William G. 2000. Philosophy of Language: Contemporary Introduction. London: Routledge.
Lyons, J. 1987. “Semantics.” Dalam J. Lyons (ed.). New Horizons in linguistics.Vol. 2. London: Penguin. Hal. 152-178.
Margolis, Eric and Laurence, Stephen. 2012. "Concepts". Dalam Edward N. Zalta (ed.) The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall 2012 Edition)., URL = .
Mason, Jennifer. 1996. Qualitative Researching. London: Sage Publication
Mathiessen, C. M. I. M. 2009. “Ideas and new direction” dalam Halliday, M. A. K dan Webster, Jonathan (eds).Continuum Companion to Systemic Functional Linguistics. New York: Continuum
Mathiessen, C. M. I. M; Teruya, Kazihiro; dan Lam, Marvin. 2010. Key Terms in Systemic Functional Linguistics. New York: Continuum
Merriam-Webster Dictionary.http://www.merriam-webster.com/dictionary
Maykut, Pamela dan Morehouse, Richard. 1994. Beginning Qualitative Research: A Philosophic and Practical Guide. London: The Falmer Press.
McDowell, John. 1976/2005. “Truth conditions, bivalence, and verificationism”. Dalam Gareth Evans dan John McDowell (eds.). Truth and Meaning: Essays in Semantics. Oxford: Clarendon Press
McGlone, Matthew S. 2007. “What is the explanatory value of a conceptual metaphor”. Language and Communication, Vol.27, Hal. 109–126.
Mill, John Stuart. 1882/2009. A System of Logic: Ratioconative and Inductive. Edisi ke-8. New York: Harper and Brothers
Morris, Michael. 2007. An Introduction to the Philosophy of Language. Cambridge: Cambridge University Press
Moss, Helen E; Tyler, Lorraine K; dan Taylor, Kirsten I. 2007. “Conceptual structure”. Dalam M. Gareth Gaskell (ed.) Oxford Handbook of Psycholinguistics. Oxford: Oxford University Press, hal. 217-234
Nerlich, Brigitte dan David D. Clarke. 2001. “Mind, meaning, and metaphor: the philosophy and psychology of metaphor in 19th century Germany”. History of the Human Sciences, Vol.14, No.2, Hal.39–61
Newman, Sara J. 2001. “Aristotle’s definition of rethoric in the Rethoric: the metaphors and their message”.Written Communication, Vol.18, No.1, Hal. 3–25.
Obitko, Marek. 2007. “Translations between Ontologies in Multi-Agent Systems”. Ph.D. dissertation. Faculty of Electrical Engineering, Czech Technical University in Prague.
Ogden, C. K dan Richards, I. A. 1923/1946. The Meaning of Meaning: A Study of the Influence of Language upon Thought and of the Science of Symbolism. Edisi ke-8. New York: A Harvest Book
Panther, Klaus-Uwe dan Radden, Gunter. 2011. “Introduction: reflection on motivation revisited”. Dalam Panther, Klaus-Uwe dan Radden, Gunter (eds.). Motivation in Grammar and the Lexicon. Amsterdam: John Benjamins Publishing. Hal. 1–26.
Partee, Barbara H. 2004. Compositionality in Formal Semantics: Selected Papers by Barbara H. Partee . Oxford: Blackwell
Patterson, Douglas. 2012. Alfred Tarski: Philosophy of Language and Logic. New York: Palgrave Macmillan
Potts, Christopher. 2005. The Logic of Conventional Implicatures. Oxford: Oxford University Press
Prandi, Michele. 2004. The Building Blocks of Meaning: Ideas for a Philosophical Grammar. Amsterdam: John Benjamins Publishing
Predelli, Stefano. 2001. Contexts: Meaning, Truth, and the Use of Language. Oxford: Claredon Press
Putnam, Hilary. 1975. Mind, Language, and Reality: Philosophical Papers. Vol.2. Cambridge: CUP.
Quine, Willard Van Orman. 1953/1961. From A Logical Point of View. Edisi ke-2. New York: Harper Torchbooks
______________________ 1960. Word and Object. Cambridge: MIT Press
______________________ 1970/1986. Philosophy of Logic. Edisi ke-2. New York: Harper Torchbooks
Rand, Ayn. 1966. Introduction to Objectivist Epistemology. New York: A Meridian Book
Recanati, Francois. 2004. Literal Meaning. Oxford: Oxford University Press.
_______________ 2005. “Literalism and contextualism: some varieties”. Dalam Gerhard Preyer dan Georg Peter (eds.). Contextualism in Philosophy: Knowledge, Meaning, and Truth. Oxford: Clarendon Press
_______________ 2007. Perspectival Thought: A Plea for (Moderate) Relativism. Oxford: Oxford University Press.
_______________ 2010. Truth Conditonal Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.
Riemer, Nick. 2010. Introducing Semantics. Cambridge: Cambridge University Press.
Romero, Esther dan Soria, Belen. 2003. Cognitive Metaphor Theory Revisited. Makalah disajikan pada the II Latin Meeting for Analytic Philosophy in Aix en Provence (13-15 November 2003).
____________________________ 2007a. Metaphors: What is Said or What is Implicated?. Makalah disajikan pada the Riga Conference on Metaphor dan the 15th Annual Meeting of the ESSP di Geneva.
____________________________ 2007b. “A View of Novel Metaphor in the Light of Recanati’s Proposals”.Dalam María José Frápolli (ed.). Saying, Meaning and Referring: Essays on François Recanati's Philosophy of Language. New York: Palgrave Macmillan. (hal. 145-159)
Rohrer, Tim. 2007. “Embodiment and experientialism”. Dalam Dirk Geeraerts dan Hubert Cuyckens. The Oxford Handbook Of Cognitive Linguistics. Oxford: Oxfor University Press. Hal. 25 – 47.
Rudi Hartono. 2011. “Penerjemahan Idiom dan Gaya Bahasa (Metafora, Kiasan, Personifikasi, Aliterasi) dalam Novel ‘To Kill a Mockingbird’ Karya Harper Lee dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia (Pendekatan Kritik Holistik)”. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Ruhl, Charles. 1989. On Monosemy: A Study in Linguistic Semantics. NewYork: State University of New York Press.
Russell, Bertrand. 1922/2001. “Introduction” dalam Wittgenstein, Ludwig Tractatus Logico-Philosophicus. Terjemahan oleh D. F. Pears dan B. F. McGuinness. London: Roudledge.
Saeed, John I. 2003. Semantics. Edisi ke-2. London: Blackwell.
Sauerland, Uli dan Stateva, Penka. 2007. “Introduction”. Dalam Uli Sauerland dan Penka Stateva (eds.).Presupposition and Implicature in Compositional Semantics. New York: Palgrave Macmillan
Schartz, Bennett L. dan Perfect, Timothy J. 2004. “Introduction: toward and applied metacognition”. Dalam Perfect, Timothy J. dan Schartz, Bennett L. (eds.). Appled Metacognition. Cambridge: Cambridge University Press.
Schiappa, Edward. 2003. Defining Reality Definitions and the Politics of Meaning. Carbondale: Southern Illinois University Press
Searle, John R. 1978. “Literal meaning”. Erkenntnis. Vol. 13. Hal. 207-224
___________ 1975/1996. “Indirect speech act”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. (3rd Edition). New York: Oxford University Press.
___________ 1975/1996. “Indirect speech act”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. (3rd Edition). New York: Oxford University Press.
___________ 1979/1993. “Metaphor”. Dalam Ortony, Andrew (ed.). Metaphor and Thought. 2nd edition. Cambridge: Cambridge University Press.
___________ 2008. Philosophy in A New Century: Selected Essays. Cambridge: Cambridge University Press.
Smith, L. 1986. Behaviorism and Logical Positivism: A Reassessment of Their Alliance. Stanford: Stanford University Press.
Speaks, Jeff. 2011. "Theories of Meaning", The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Summer 2011 Edition), Edward N. Zalta (ed.), URL = .
Sperber, Dan dan Wilson, Deirdre. 1995. Relevance: Communication and Cognition. Edisi ke-2. Oxford: Blackwell.
Stern, Josef. 2000. Metaphor in Context. Cambridge: The MIT Press.
__________ 2006. “Metaphor, literal, literalism”. Mind and Language, Vol.21, No.3, Hal.243–279.
__________ 2009. “Metaphor and minimalism”. Philos Stud, Springer, DOI 10.1007/s11098-009-9486-3
Sudaryanto. 1983. Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia: Keselarasan Pola-Urutan. Jakata: Djambatan.
__________ 1993. Metode dan Aneka Teknis Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
__________ 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
Talmy, Leonard. 2000. Toward A Cognitive Semantics Volume I: Concept Structuring Systems. Cambridge: MIT Press
Tarski, Alfred. 1944/1986. “The semantic conception of truth and the foundations of semantics”. DalamDalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition. New York: Oxford University Press. Hal. 61 – 84.
____________ 1956. Logic, Semantics, Metamathematics: Papers from 1923 to 1938. Terjemahan oleh J. H. Woodger. Oxford: The Claredon Press
Tendahl, Markus. 2009. A Hybrid Theory of Metaphor: Relevance Theory and Cognitive Linguistics. Hampshire:Palgrave Macmillan
Verhaar, J. W. M. 1970. Teori Linguistik dan Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius.
Verhagen, Arie. 2007. “Construal And Perspectivization”. Dalam Dirk Geeraerts dan Hubert Cuyckens. The Oxford Handbook Of Cognitive Linguistics. Oxford: Oxfor University Press.
Vygotsky, Lev. 1934/1986. Language and Thought. Massachusette: MIT Press
Wahab, Abdul. 1991. Isu Linguistik: Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press.
Weiskopf, Daniel A. 2011. “The theory theory of concepts”. Internet Encyclopedia of Philosphy. http://www.iep.utm.edu/th-th-co/ diakses 14 Mei 2011
Wilson, D. dan Sperber, D. 2000. “Truthfulness and Relevance” UCL Working Papers in Linguistics , Vol. 12, hal. 215-254.
Wittgenstein, Ludwig. 1922/2001. Tractatus Logico-Philosophicus. (Dengan Pengantar dari Bertrand Russell). Terjemahan oleh D. F. Pears dan B. F. McGuinness. London: Roudledge.
____________________ 1953/1986. Philosophical Investigations (edisi ke-2). Terjemahan oleh G. E. M. Anscombe dari tulisan Wittgenstein 1945-1949. Oxford: Basil Blackwell.
Wijana, I Dewa Putu. 1997. “Slogan sebagai wacana persuasif: Studi kasus wacana kampanye pemilihan BEM dan SM Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 1996”. Humaniora. Vol.IV. Hal. 26-31.
Zaimar, Okke Kusuma Sumantri. 2002. “Majas dan pembentukannya”. Makara, Sosial Humaniora. Vol. 6, No. 2, hal. 45–57.