Tuesday, September 26, 2017

Kebermaknaan Eskpresi Lingual

Permasalahan lokus makna ekspresi lingual secara epistemologis mengacu pada permasalahan kebermaknaan ekspresi lingual. Tidak akan logis ada lokus makna ekspresi lingual jika kebermaknaan (meaningfulness) ekspresi lingual tidak ada. Justru, permasalahan lokus makna ekspresi lingual tersebut pada hakikatnya merupakan permasalahan lokus kebermaknaan ekspresi lingual. Sementara itu, permasalahan kebermaknaan itu sendiri tidak dapat dilepaskan dari penutur bahasa karena permasalahan bermakna tidaknya suatu ekspresi lingual merupakan hasil pengetahuan penutur suatu bahasa dengan kebermaknaan. Oleh karena itu, sebagaimana juga telah dikatakan sebelumnya, pertanyaan mengenai kebermak-naan ekspresi lingual sesungguhnya mengkaji tentang wujud pengetahuan penutur terhadap kebermaknaan ekspresi lingual.
Meskipun kebermaknaan ekspresi lingual tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan kebahasaan penutur, tidak berarti bahwa setiap penutur dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kebermaknaan sebuah ekspresi lingual. Seorang penutur sebuah bahasa yang mungkin saja menyatakan tidak memahami sebuah ekspresi lingual dalam bahasanya tidak serta merta menjadikan ekspresi lingual tersebut tidak bermakna. Dalam hal ini, “kebermaknaan” (meaningfulness) suatu ekspresi lingual harus dibedakan dengan “keterpahaman” (understandable) suatu ekspresi. Kebermaknaan ekspresi lingual berbeda dengan keterpahamannya. Suatu ekspresi lingual yang bermakna belum tentu dapat dipahami. Misalnya, sebuah ekspresi lingual yang dituturkan oleh seorang penutur dewasa, dan juga dapat dipahami oleh orang dewasa, belum tentu dapat dipahami oleh anak balita. Contoh lainnya adalah ekspresi lingual dalam bahasa asing yang tidak dipahami oleh para penutur dalam bahasa lain. Ekspresi lingual tersebut tetap bermakna meskipun tidak dapat dipahami oleh penutur lain yang berbahasa berbeda.
Pembahasan di atas menunjukkan bahwa permasalahan “kebermaknaan ekspresi lingual” bersifat lebih umum dan lebih abstrak dibandingkan dengan permasalahan “keterpahaman ekspresi lingual”. Suatu ekspresi lingual yang bermakna belum tentu dapat dipahami sebagaimana contoh yang disebutkan di atas. Dalam hal ini, ketidakketerpahaman ekspresi lingual tersebut disebabkan oleh faktor subjektif, yaitu orang yang memahami ekspresi lingual tersebut. Ketidaketerpahaman seorang anak balita terhadap satu ekspresi lingual yang dituturkan oleh orang dewasa dapat disebabkan karena keterbatasan penguasaan kosa katanya. Penyebab yang sama dapat juga terjadi pada seseorang yang sedang belajar bahasa asing. Dengan demikian, ketidakketerpahaman ekspresi lingual tersebut disebabkan kesenjangan lingual antara subjek dengan ekspresi lingualnya. Keadaan itu juga mengimplikasikan bahwa kebermaknaan berkaitan dengan pengetahuan kebahasaan penutur asli secara umum bukan pengetahuan kebahasaan penutur orang per-orang secara kasus.
Di samping ketidakketerpahaman yang disebabkan oleh kesenjangan lingual antara subjek dengan ekspresi lingualnya, terdapat juga ketidakketerpahaman yang disebabkan oleh faktor lain. Faktor tersebut bukan merupakan faktor yang datang dari subjek yang memahaminya melainkan faktor yang datang dari ekspresi lingualnya itu sendiri seperti pada (18).

(18)     a.   Colorless green ideas sleep furiously (Chomsky, 1957)
                  [Gagasan-gagasan hijau yang takberwarna tidur dengan marah]
            b.   My uncle always sleeps awake (Leech, 1981)
                  [Pamanku selalu tidur terjaga]

Pada kasus ini, pemahaman perbedaan antara pengertian kebermaknaan dengan keterpahaman menjadi sangat penting. Ekspresi lingual (18.a) dan (18.b), berdasarkan kerangka penjelasan di atas, dikatakan sebagai bagian contoh ekspresi-ekspresi lingual yang bermakna (meaningful) tetapi tidak memiliki keterpahaman atau dalam bahasa Ingris nonsensical. Kedua ekspresi lingual tersebut dikatakan bermakna karena deskripsi yang terdapat di dalam ekspresi lingual (18.a) dan (18.b) dapat dijelaskan. Bentuk penjelasan yang paling sederhana dapat dilihat pada terjemahannya. Ekspresi lingual (18.a) mendeskripsikan ‘sebuah subjek yang tidur dalam keadaan tertentu’. Sementara itu, ekspresi lingual (18.b) mendeskrisikan ‘paman penutur yang memiliki kebiasaan tidur dalam keadaan terjaga’.
Penjelasan kebermaknaan ekspresi lingual (18.a) dan (18.b) dimungkinkan oleh dua hal. Pertama adalah penjelasan yang bersifat gramatikal, baik pada tataran morfologis maupun tataran sintaktis. Kaidah-kaidah morfologis dan sintaktis dalam setiap bahasa memungkinkan kebermaknaan morfologis dan sintaktis yang dibangun oleh setiap unsur di dalam suatu ekspresi lingual, bahkan meskipun unsur-unsur lingual penyusunnya hanya berupa unsur-unsur bunyi yang tidak memiliki arti seperti (19) bagi penutur bahasa Indonesia.

(19)     a.   caca blabla nana
            b.   caca memblabla nana
            c.   caca diblabla oleh nana

Apabila (19.a) dituturkan dengan intonasi dan segmentasi tertentu, maka akan terbangun relasi kebermaknaan gramatikal antarunsurnya, meskipun setiap unsur ekspresi lingual (19.a) tersebut secara individual tidak memiliki arti. Relasi gramatikal, dalam hal ini relasi sintaktis, antarunsur tersebut semakin terlihat dengan bantuan afiks ‘meN-’ pada (19.b) dan ‘di-’ pada (19.c). Dengan demikian, ekspresi lingual (19) tetap dikatakan memiliki kebermaknaan, dalam hal ini tepatnya “kebermaknaan gramatikal” (grammatical meaningfulness), meskipun tidak memiliki “keterpahaman”. Inilah sebenarnya apa yang dimaksudkan oleh Chomsky (1957) tentang kebermaknaan ekspresi lingual (18.a), yaitu kebermaknaan grammatikal berdasarkan ekspresi lingual (19) yang bersifat otonom. Kekeliruan sebagian linguis dalam menyikapi pendapat Chomsky (1957) tentang kebermaknaan ekspresi lingual (18.a) pada dasarnya disebabkan oleh pencampuran antara nosi “kebermaknaan” dengan nosi “keterpahaman”. Chomsky (1957:15) sendiri menyebut ekspresi lingual (18) sebagai ekspresi lingual yang gramatikal tetapi nonsensical (tidak masuk akal). Dapat juga dikatakan sebagai ekspresi lingual yang meaningful tetapi nonsensical.
Kedua adalah penjelasan kebermaknaan ekspresi lingual (18.a) dan (18.b) yang didasarkan pada konsep teoretis “semantik dunia kemungkinan” (possible world semantics). Konsep teoretis “semantik dunia kemungkinan” itu sendiri juga tidak dapat dilepaskan dari konsep teoretis “syarat-syarat kebenaran” (truth conditions). Ekspresi lingual (18.a) dan (18.b) adalah ekspresi-ekspresi lingual yang realisasi faktualnya tidak akan pernah ditemukan dalam dunia nyata kecuali kedua ekspresi lingual tersebut dipahami dalam semantik dunia kemungkinan. Itu berarti bahwa “nilai kebenaran” (truth value) kedua ekspresi lingual tersebut adalah keliru (false) secara faktual. Jika penutur bahasa tersebut dapat menyatakan bahwa nilai kebenaran ekspresi lingual (18) adalah ‘keliru’ secara faktual, maka sesungguhnya dia mengetahui syarat-syarat ekspresi lingual tersebut untuk menjadi benar. Karena nilai kebenaran ekspresi lingual (18.a) dan (18.b) ternyata keliru secara faktual, maka nilai kebenaran kedua ekspresi lingual tersebut berada dalam satu dunia lain yang disebut dengan “semantik dunia kemungkinan”, sebuah konsep teoretis yang pertama kali dikenalkan oleh Leibniz (1765/1981). Dengan demikian, ekspresi lingual sepert (18.a) dan (18.b) tetap memiliki kebermaknaan tetapi di dalam semantik dunia kemungkinan.
Berdasarkan penjelasan di atas, sebuah ekspresi lingual yang nilai kebenarannya keliru atau tidak faktual tidak serta merta dikatakan sebagai sebuah ekspresi lingual yang tidak bermakna (meaningless). Jika ekspresi lingual tersebut dikatakan sebagai sebuah ekspresi lingual yang tidak bermakna, secara epistemologis pernyataan tersebut bermasalah. Bagaimana sebuah ekspresi lingual dapat dikatakan tidak bermakna sementara kebermaknaannya diketahui? Oleh karena itu, pada umumnya yang dimaksud dengan “ketidakbermaknaan” ekspresi lingual seperti (18) bukan mengacu pada pengertian ‘kemampuan penutur bahasa dalam memahami identitas, definisi, atau deskripsi dalam suatu ekspresi lingual berdasarkan unsur-unsur gramatikal dan leksikalnya’. Ketika ekspresi-ekspresi lingual seperti (18) dikatakan sebagai ekspresi-ekspresi lingual takbermakna, kebermaknaan yang dimaksud adalah kekeliruan nilai kebenaran dalam ekspresi lingual atau dalam bahasa sehari-hari dikatakan sebagai ekspresi lingual yang maknanya tidak masuk akal. Dari sinilah kekacauan pengertian kebermaknaan muncul karena dicampuradukkan dengan pengertian keterpahaman secara logika atau keterpahaman sebagai wujud kebenaran faktual (factual truth). Untuk itulah, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perlu dibedakan antara “kebermaknaan” dan “keterpahaman”.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa “kebermaknaan[1]” mengacu pada ‘unsur-unsur gramatikal dan semantik dunia kemungkinan suatu ekspresi lingual yang memungkinkan penutur bahasa tersebut dapat memahami identitas, definisi, atau deskripsi dalam suatu ekspresi lingual’. Unsur-unsur gramatikal yang meliputi kaidah morfologis dan sintaktis merupakan kunci dasar dalam pengertian kebermaknaan. Kebermaknaan sebuah ekspresi lingual pertama sekali sangat ditentukan oleh faktor gramatikalitasnya. Tentu saja unsur-unsur yang terdapat dalam faktor grmatikalitas memiliki derajat yang berbeda dalam menentukan kebermaknaan suatu ekspresi lingual. Ada unsur-unsur gramatikal yang inti sehingga menjadi pementu utama kebermaknaan dan ada juga yang bersifat periferal. Unsur-unsur gramatikal yang bersifat universal, yaitu dapat ditemukan pada setiap bahasa, pada umumnya merupakan unsur-unsur inti dan yang bersifat khusus bahasa perbahasa pada umumnya bersifat periferal. Unsur gramatikal yang berupa sistem kategorial dalam sintaksis merupakan salah satu unsur inti kebermaknaan. Sementara itu, unsur gramatikal yang berupa kala merupakan salah satu unsur periferal kebermaknaan. Permasalahan ini secara rinci menjadi bidang penelitian tersendiri yang belum banyak digarap oleh para linguis.
Konsep teoretis kebermaknaan semacam itu seakan-akan mengimplika-sikan adanya tingkat-tingkat makna (levels of meaning) di dalamnya. Adanya tingkatan makna ini sebenarnya juga tersirat di dalam prinsip komposisionalitas. Hanya saja prinsip komposisionalitas tidak memisahkan antara kebermaknaan gramatikal di satu sisi dengan kebermaknaan leksikal di sisi lain. Kebermaknaan leksikal akan menjadi unsur yang tidak berarti apabila gramatikalitas sebagai unsur kebermaknaan tidak ada seperti terlihat pada (20).

(20)     a.   lari, kejar, tulis.
            b.   di, kertas, gelas, kepada. 
            c.   cepat, dengan, kemarin, akan.

Berbeda dari (19) yang memiliki unsur gramtikalitas, ekspresi lingual (20) sama sekali tidak memiliki unsur gramatikalitas meskipun sebagian penyusunnya secara individual memiliki makna. Hal ini menunjukkan bahwa gramatikalitas memiliki derajat kebermaknaan yang lebih dibandingkan dengan kebermaknaan leskikal dalam sebuah proposisi. Bahkan, dapat dikatakan bahwa gramatikalitas termasuk bagian inti dalam kebermaknaan ekspresi lingual dalam pengertian proposisi.
Unsur gramatikalitas dalam pengertian kebermaknaan sebagaimana dijelaskan di atas itulah yang seharusnya menjadi dasar konsep teoretis prinsip kemurnian semantik (semantic innocence). Unsur gramatikalitas dalam kebermak-naan ekspresi lingual inilah yang bersifat paling bebas konteks. Kebermaknaan (19.b) dan (19.c), misalnya, bersifat tetap. Makna tetap (standing meaning) yang terdapat dalam (19) tersebut memiliki unsur tambahan seiring dengan masuknya makna leksikon yang merealisasikan setiap unsur penyusunnya. Dengan demikian, makna tetap tersebut pada hakikatnya tidak mengalami perubahan, tetapi mengalami penambahan seperti tampak pada (21).

(21)     a.   caca memblabla nana
            b.   caca memukul adiknya. 
            c.   caca membelai adiknya .

Jika kebermaknaan gramatikal di dalam (21.a) disajikan dalam X[a>b] di mana X adalah unsur ‘memblabla’, a adalah unsur ‘caca’, b adalah unsur ‘nana’, dan > adalah unsur fungsi sintaktis transitivitas S ke O; maka secara keseluruhan kebermaknaan gramatikal (21) dapat disajikan dalam (22).

(22)     a.   X  [a > b]
            b.   Xz [az > bz
            c.   Xy [ay > by]

Terdapat kebermaknaan gramatikal yang bersifat tetap atau stabil di dalam (22), yaitu kebermaknaan relasi gramatikal X[a>b]. Unsur semantik leksikon menyusun (21.b) dan (21.c) memperluas kebermaknaan gramatikal (22.a). Di sini tidak digambarkan adanya perubahan kebermaknaan unsur dasarnya.  Yang terjadi adalah masuknya unsur semantik leksikon pada unsur dasarnya sehingga memperluas kebermaknaan unsur dasarnya. Perluasan kebermaknaan gramatikal tersebut dipengaruhi oleh semantik leksikon yang bersifat lebih kongkrit. Unsur semantik leksikon z dalam X menjadi Xz memperluas kebermaknaan unsur a dan b terhadap X juga menjadi az dan bz. Hal yang sama juga terjadi pada unsur semantik leksikon y. Interaksi kebermaknaan gramatikal ini sebenarnya merupakan interaksi analisis dalam sintaksis yang selama ini disebut dengan analisis fungsi sintaktis dan peran semantis yang sering sekali dibahas secara mandiri. Fungsi sintaktis merupakan tingkat yang paling abstrak dalam analisis sintaktis dan peran semantis merupakan tingkat yang paling tidak abstrak (Sudaryanto, 1983:13). Karena fungsi sintaktis bersifat paling abstrak, tidak mengherankan jika fungsi sintaktis menghasilkan kebermaknaan gramatikal yang bersifat tetap. Penjelasan kebermaknaan gramatikal ini memberikan sudut pandang baru dalam menyokong dan menjelaskan peran prinsip komposisionalitas dan kemurnian semantik dalam kebermaknaan ekspresi lingual. Namun, permasalah kebermaknaan semacam itu akan berubah seiring semantik dunia kemungkinan dimasukkan sebagai konteks eskpresi lingual.
Dapat disimpulkan bahwa kebermaknaan lebih bersifat primer dibandingkan dengan keterpahaman. Di tingkat kebermaknaan sendiri, kebermaknaan gramatikal lebih bersifat primer dibandingkan kebermaknaan faktual. Untuk membedakan antara kebermaknaan dengan keterpahaman, perlu digunakan istilah kesadaran (awareness). Kebermaknaan mengacu pada kesadaran yang lebih ke arah kesadaran internal, sedangkan keterpahaman adalah kesadaran internal yang telah dikontekstualisasi sehingga berjalan lebih ke arah eksternal. Kebermaknaan (21.a), misalnya, jelas merupakan hasil proses kesadaran internal yang bersifat umum dan mengatasi berbagai kekhususan yang dapat dipengaruhi oleh semantik leksikon. Ini menunjukkan bahwa pengertian keterpahaman senantiasa melibatkan faktor kebermaknaan. Ekspresi lingual yang bermakna dapat dimungkinkan tidak memiliki keterpahaman sebagaimana halnya contoh (18) dan (19). Sebaliknya, ekspresi lingual yang dikatakan memiliki keterpahaman tidak mungkin tidak memiliki kebermaknaan. Dapat juga dikatakan bahwa ‘setiap ekspresi lingual yang memiliki keterpahaman’ pasti memiliki “kebermaknaan”, sedangkan ‘setiap ekspresi yang memiliki kebermaknaan’ belum tentu memiliki “keterpahaman”. Dalam hal ini, pengertian keterpahaman secara teknis dan khusus mengacu pada kebermaknaan faktual.
Berdasarkan pembahasan di atas, secara keseluruhan kebermaknaan ekspresi lingual dan keterpahamannya dapat disajikan dalam Gambar 5.1.



Gambar 5.1. Kebermaknaan Ekspresi Lingual

Kebermaknaan ekspresi lingual didasari oleh kebermaknaan gramatikal yang meliputi kebermaknaan morfologis dan kebermaknaan sintaktis. Kebermaknaan gramatikal ini bersifat abstrak karena hanya berupa serangkaian fungsi logika sebagai sebuah proposisi. Namun, fungsi tersebut dapat diisi oleh semantik leksikon dalam konteks semantik dunia kemungkinan. Dengan kata lain, selama ekspresi lingual tersebut dapat dikatakan memenuhi kategori kebermaknaan gramatikal, ekspresi lingual tersebut memiliki keterpahaman, setidaknya keterpahaman dalam semantik dunia kemungkinan. Hanya saja, ketika dihadapkan pada nilai kebenaran (truth value) yang di dasarkan pada konteks faktual, tidak semua kebermaknaan dunia kemungkinan memiliki kebenaran faktual. Semakin arah kebermaknaan tersebut ditarik ke atas, peran keadaan internal penutur semakin besar terhadap kebermaknaan ekspresi lingual. Sebaliknya, semakin kebawah, konteks yang memliki peran semakin besar.  Dengan demikian, Gambar 4.17. dapat disajikan ulang dalam Gambar 4.18. dengan lebih sederhana tetapi dengan keterlibatan penutur dan konteks faktual yang lebih terlihat.




Gambar 5.2. Relasi antara Kebermaknaan Ekspresi Lingual
dengan Penutur dan Konteksnya




[1] Pengertian “kebermaknaan” ini bersifat tentatif dan pengertian secara terperinci disajikan dalam ancangan teori lokus makna dan kebermaknaan ekspresi lingual dan tuturan metaforis yang diajukan dalam penelitian ini dalam bagian E dan F.



Daftar Acuan

Abbott, Barbara. 2010. Reference. Oxford: Oxford University Press.
Akmajian, Adrian; Richard A. Demers; Ann K. Farmer; Robert M. Harnish. 2001. Linguistics:An Introduction to Language and Communication. Edisi ke-5. Cambridge: The MIT Press
Ali Imron Al-Ma’ruf. 2009. “Kajian Stilistika Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Perspektif Kritik Holistik”. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Allott, N. & Textor, M. 2012. “Lexical pragmatic adjustment and ad hoc concepts”. International Review of Pragmatics,Vol. 4 No.2. hal. 185–208.
Almog, JosephPerry, John dan WettsteinHoward (Eds.). 1989. Themes from Kaplan. Oxford: Oxford University Press.
Austin, J. L. 1961/1996. “Performative utterances”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition.  New York: Oxford University Press. Hal. 120 – 129.
__________ 1962. How To Do Things With Words (The Willian James Lectures delivered at Harvard University in 1955). Oxford: ClaredonPress.
AyerA. J1936/1971Language, Truth, and LogicLondon: Penguin Books.
Ayoob, Emily. 2007. "Black & Davidson on Metaphor," Macalester Journal of Philosophy. Vol. 16: No. 1, hal. 56-64.
Badudu, J. S. dan Zain, Sutan Muhammad. 1996Kamus Umum Bahasa IndonesiaJakartaPustaka Sinar Harapan.
Barsalou, Laurence. 1983. “Ad hoc categories”. Memory & Cognition, Vol.11 No.3. Hal. 211 – 227.
________________. 2010. “Ad hoc categories”. Dalam P.C. Hogan (ed.). The Cambridge Encyclopedia of the Language Sciences. New York: Cambridge University Press. Hal. 86–87
Bezuidenhout, A. 2001. “Metaphor and what is said: a defense of a direct expression view of metaphor. Dalam P. A. French dan H. K. Wettstein (eds.), Midwest Studies in Philosophy (Vol.25): Figurative Language. Boston: Blackwell. Hal.156–186.
Black, M. 1979/1993. More on Metaphor. Dalam Ortony, A (ed.). Metaphor & Thought . Cambridge: Cambridge University Press.
Blackburn, Simon. 2005. Truth: A Guide for the Perplexed. London: Penguin.
Bloomfield, Leonard. 1933. Language. New York: Henry Holt
Boeckx, Cedric. 2006. Linguistic Minimalism: Origins, Concepts, Methods, and Aims. Oxford: Oxford University Press
Borg, Emma. 2001. “An expedition abroad: metaphor, thought, and reporting”. Dalam P. French dan H Wettstein (eds.). Studies in Philosophy XXV. Oxford: Blackwell. Hal. 227-248
___________  2004. Minimal Semantics. Oxford: Oxford University Press
___________ 2007. “Minimalism versus Contextualism in Semantics”. Dalam Gerhard Preyer dan Georg Peter (eds.). Context-Sensitivity and Semantic Minimalism: New Essays on Semantics and Pragmatics. Oxford: Oxford University Press
Bӧrjesson, Kristin. 2011. “The Notions of Literal and Non-literal Meaning in Semantics and Pragmatics”DisertasiDer Philologischen Fakultat, der Universitat Leipzig
Bowerman, M. 1976. “Semantic factors in the acquisition of rules for word use and sentence construction”. Dalam Morehead, D dan Morehead, A (Eds.). Directions In Normal and Deficient Language Development. Baltimore: University Park Press.
Brown, Harold I. 2007. Conceptual Systems. London: Routledge
Bühler, Karl. 1934/2011. Theory of Language: The representational function of language. Amsterdam: John Benjamins.
Camp, Elisabeth. 2005. “Josef Stern, Metaphor in Context”. NOUS. Vol. 39, No.4, hal. 715–731
_____________ 2006a. “Contextualism, metaphor, and what is said”. Mind & Language. Vol. 21, No. 3, hal. 280–309.
_____________ 2006b. “Metaphor in the mind: the cognition of metaphorPhilosophy Compass. Vol. 1, No.2, hal. 154–170
CampbellJ. K; O’Rourke, M; dan Shier, D. (eds.) 2002Meaning and Truth: Investigations in Philosophical SemanticsNew York: Seven Bridges Press
CappelanHerman dan Lepore, Ernie. 2005Insensitive Semantics: A Defence of Semantic Minimalism and Speech Act PluralismOxfordBlackwell
Carnap, Rudolf. 1942. Introduction to SemanticsMassachusette: Harvard University Press
______________ 1956. “A methodological character of theoretical concept”. Dalam Feigl, Herbert dan Scriven, Michael (eds.) The Foundations of Science and the Concepts of Psychology and Psychoanalysis.Minneapolis: University of Minnesota
Carston, Robyn. 1997. “Enrichment and Loosening: Complementary Processes in Deriving the Proposition Expressed?”. Dalam  Eckard Rolf (ed.). Pragmatik: Implikaturen und SprechateVS Verlag für Sozialwissenschaften, hal. 103- 127.
_____________ 2010a. “Lexical pragmaticsad hoc concepts and metaphorfrom a relevance theory perspective”Italian Journal of Linguistics. Vol, 22, No. 1, hal. 153 - 180.
_____________ 2010b. “Metaphor: Ad Hoc Concepts, Literal Meaning, and Mental Image”Proceedings of The Aristotelian Society. Vol. CX, Part. 3, hal. 297- 323.
_____________ 2012. “Metaphor and the literal/nonliteral distinction”. Dalam K Allan dan K.K. Jaszczolt(eds.). The Cambridge Handbook of Pragmatics. Cambridge : Cambridge University Press
Chapman, Siobhan. 2000. Philosophy for Linguists: An Introduction. London: Routledge
________________ 2008. Language and Empiricism: After the Vienna Circle. New York: Palgrave Macmillan
Chi, Michelene T. H. dan Roscoe, Rod D. 2002. “The Process and Challenges of Conceptual Change”. Dalam Limón, Margarita dan Mason, Lucia (eds). Reconsidering Conceptual Change: Issues in Theory and Practice. New York: Kluwer Academic Publisher
Chomsky, Noam. 1957. Syntactic Structures. Paris: Mouton.
______________ 1965. Aspects  of  the Theory of  Syntax. Cambridge: MIT Press
______________ 1995. Minimalist Program. Cambridge: MIT Press
Churchland, P. 1988. Matter and Consciousness. Cambridge: MIT Press/Bradford Books
Clausner, Timothy C. dan Croft, William. 1999. “Domains and image schemas”. Cognitive Linguistics. Vol. 10 No.1. hal. 1 – 31
Cohen, Ted. 2008. Thinking of Other: On the Talent for Metaphor. Princeton: Princeton University Press.
Cohen, L. J. 1979/1993. The Semantics of Metaphor. Dalam Ortony, A (ed.). Metaphor & Thought . Cambridge: Cambridge University Press.
Cook, John W. 1999. Wittgenstein, Empiricism, and Language. Oxford: Oxford University Press.
Cooper, David E. 2003. Meaning. Chesham: Acuman Publishing
Croft, William dan Cruse, Alan D. 2004. Cognitive Linguistics. Cambridge: CUP
Cruse, Alan. 2006. A Glossary of Semantics and Pragmatics. Edinburg: Edinburg University Press
Cummins, Robert. 2002. “Truth and meaning”. Dalam CampbellJ. K; O’Rourke, M; dan Shier, D(eds.)Meaning and Truth: Investigations in Philosophical SemanticsNew York: Seven Bridges Press.
Dafrizal dan Faridah Ibrahim. 2010. “Pembingkaian Metafora dan Isu Terorisme: Satu Interpretasi Konseptual”. CoverAge, Vol. 1, No. 1. hal. 33–45
Davidson, Donal. 1984. Inquiries into Truth and Interpretation. Oxford: Oxford University Press
______________ 1968/1984. “On saying that”. Dalam D. Davidson . Inquiries into Truth and Interpretation. Oxford: Oxford University Press
______________ 2005. Truth and Predication. Cambridge: The Belknap Press of Havard University Press
Davis, Wayne A. 2005. Nondescriptive Meaning and Reference: An Ideational Reference. Oxford: Claredon Press.
Dinneen, Francis P. 1995. General Linguistics. Washington: Georgetown University Press.
Dummett, Michael. 1976/2005. “What is a theory of meaning”. Dalam Evans, Gareth dan McDowell, John. (eds.). Truth and Meaning: Essays in Semantics. Oxford: Clarendon Press. Hal. 67-137.
Edi Subroto, D. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: UNS Press
______________ 2011. Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik (Buku 1, Pengantar Studi Semantik).Surakarta: Cakrawala Media
Evans, Gareth dan McDowell, John. 1976/2005. “Introduction”. Dalam  Gareth Evans dan John McDowell (eds.). Truth and Meaning: Essays in Semantics. Oxford: Clarendon Press.
Evans, Vyvyan dan Green, Melanie. 2006. Cognitive Linguistics: An Introduction. Edinburgh: Edinburgh University Press
Evans, Vyvyan. 2009. Lexical Concepts, Cognitive Models, and Meaning Construction. Oxford: Oxford University Press
_____________ 2011. “Language and cognition: the view from cognitive linguistics”. Dalam Vivian Cook dan Benedetta Basetti (eds.). Language and Bilingual Cognition. New York: Francis and Taylor. Hal. 69-108
______________ 2013. “Metaphor, lexical concepts and figurative meaning construction”. Cognitive Semiotics.http://www.vyvevans.net/#Papers
Endro Sutrisno. 2007. “Metafora dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA: Studi Kasus di tiga SMA di Surabaya”. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Pascasarajana, Universitas Sebelas Maret.
Fillmore, Charles J. 1982. “Frame semantics”. Dalam The Linguistic Society of Korea (ed.). Linguistics in the Morning Calm: Selected Papers from SICOL-1981. Seoul: Hanshin. Hal.111–37
Finke, R.A. 1989. Principles of Mental Imagery. Cambridge: MIT Press
Fetzer, Anita. 2011. “Pragmatics as a linguistic concept”. Dalam Bublitz, Wolfram dan Norrick, Neal R (eds).Foundations of PragmaticsBerlin: De Gruyter Mouton. Hal. 23 – 50.
Fodor, Jerry. A. 1983. The Modularity of Mind. Cambridge: MIT Press
Fogelin, R. J. 1988. Figuratively Speaking. New Haven: Yale University Press
Forrester, Stefan. 2010. “Theories of metaphor in seventeenth and eighteenth-century British philosophy”.Literature Compas. Vol. 7 No. 8. Hal. 610-625.
FregeGottlob1914/1979“Logic in Mathematics” (Terj. P. Long dan R. White)Dalam H. Hermes, F. Kambartel, dan F Kaulbach (eds.). Gottlob Frege. Posthumous Witings. Oxford: Basil Blackwell
____________ 1892/1996. “On sense and nominatum”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition.  New York: Oxford University Press. Hal. 186-198.
Garcia-CarpinteroManuel2006. “Recanati on the semantics/pragmatics distinction”. CRITICA. Vol. 38, No.112, hal .35-68
Gärdenfors, Peter. 1999. “Some tenets of Cognitive Semantics”. Dalam Allwood, Jens dan Gärdenfors, Peter (eds.). Cognitive Semantics: Meaning and Cognition. Amsterdam: John Benjamin. Hal. 19–36.
Geary, James. 2011. I Is an Other: The Secret Life of Metaphor and How It Shapes the Way We See the World. Ney York: Harper Collins.
Geeraerts, Dirk. 2006. “Introduction: a rough guide to Cognitive Linguistics”. Dalam Geeraerts, Dirk (ed.).Cognitive Linguistics: Basic Readings. Ney York: Mouton de Gruyter. Hal. 1–28
Gibbs, Raymond W. 1996“Why many concepts are metaphorical”. Cognition, 61. Hal. 309-319Elsevier.
_________________ 1994. The poetics of Mind: Figurative Thought, Language, and Understanding. Cambridge: Cambridge University Press
_________________ 2004Intentions in the Experience of Meaning. Cambridge: Cambridge University Press
_________________ (Ed.). 2008. The Cambridge Handbook of Metaphor and Thought. Cambridge: Cambridge University Press.
Gibbs, Raymond W dan Gerard J. Steen (eds.). 1997. Metaphor in Cognitive Linguistics. Amsterdam: John Benjamins.
Gibson, Martha I. 2004. From Naming to Saying. London: Blackwell
Giere, Ronald N. 2000. “Theories”. Dalam Newton-Smith, W. H (ed.) A  Companion  to the Philosophy of  Science. London: Blackwell
Glucksberg, Sam. 2001. Understanding Figurative Language: from Metaphors to Idioms. Oxford: Oxford University Press
Grice, H. P. 1957/1996. “Meaning”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition.  New York: Oxford University Press. Hal. 85 -91.
_________ 1969. “Utterer’s meaning and intention”. The Philosophical Review. Vol. 78, No. 2. Hal. 147-177
_________ 1975/1996. “Logic and conversation”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition.  New York: Oxford University Press. Hal. 156-167.
Goatly, Andrew. 1997. The Language of Metaphors. London: Routledge.
Haack, Susan. 1978. Philosophy of Logics. Cambridge: Cambridge University Press
Haiman, John. 1980. "Dictionaries and encyclopaedias". Lingua, 50. 377-88.
Haley, Michael Cabot. 1980. Concrete Abstraction: The Linguistic Universe of Metaphor. Dalam Ching, Marvin K. L, Haley, Michale C, dan Lunsford, Ronald F. Linguistic Perspective on Literature. London: Roudledge & Kegan Paul..
___________________ 1988. The Semeiosis of Poetic Metaphor. Bloomington: Indiana University Press.
Hanks, Patrick. 2006. “Metaphoricity is gradable”. Dalam Anatol Stefanowitsch dan Stefan Th. Gries (eds.).Corpus-based Approaches to Metaphor and Metonymy. New York: Mouton de Gruyter.
Hayes –Roth, Frederick. 1971. The Stiructure of Concepts. Cambridge: MIT Press
Hempel, Carl G. 1958. “The theoretician’s dilemma: a study in the logic of theory construction”. Dalam Feigl, Herbert; Scriven, Michael; dan Maxwell, Grover. (eds.) Concepts, Theories, and the Mind-Body Problem. Minneapolis: University of Minnesota
Haugh, Michael. 2002. “The intuitive basis of impliature: relevance theoretic implicitness versus Gricean implying”. Pragmatics. Vol. 12, No. 2, hal .117-134 
Hillix, William   A. dan L’Abate,  Luciano. 2012. “The Role of Paradigms in Science and Theory Construction”. Dalam L’Abate,  Luciano (ed.). Paradigms in Theory Construction. New York: Springer
Hiraga, Masako K. 2005. Metaphor and Iconocity: A Cognitive approach to analyzing text. New York: Palgrave Macmillan.
Hodges, Wilfrid. 1998. “Compositionality is not the problem”. Logic and Logical Philosophy. Vol. 6; hal. 7-33
Hurford, James R., Brendan Heasley, dan Michael B. Smith. 1984/2007. Semantics: A coursebook. (Edisi ke-2). Cambridge: Cambridge University Press
Iten, Corrine. 2005. Linguistic Meaning, Truth Conditions, and Relevance: The Case of Concessives. New York: Palgrave Macmillan
Jaccard, James dan Jacoby, Jacob. 2010. Theory Construction and Model-Building Skills: A Practical Guide for Social Scientists. New York: Guidford Press
Jackendoff,  Ray. 1983. Semantics and Cognition. Michigan: MIT Press.
______________ 1989. “What  is a  concept,  that a person may grasp it?” Mind and language. Vol. 4, No. 1, hal. 69-102.
______________ 2002Foundations of Language: Brain, Meaning, Grammar, EvolutionOxford: Oxford University Press.
Jakobson, Roman. 1956/1980. “Metalanguage as a linguistic problem” dalam Roman Jakobson, The Framework of Language. Michigan: Michigan Studies in the Humanities.
Johnson, Mark. 2005. “The philosophical significance of image schemas”. Dalam  Beate Hampe (ed.) bekerja sama dengan Joseph E. Grady. From Perception to Meaning:Image Schemas in Cognitive Linguistics. Berlin: Mouton de Gruyter
Kaplan, David. 1975/1996. “Dthat”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition.  New York: Oxford University Press.
____________ 1977/1989. “Demonstratives: an essay on the semantics, logics, metaphysics, and epistemology of demonstratives and other indexicals”. Dalam Joseph Almog, John Perry, dan Howard Wettstein (Eds.). Themes from Kaplan. Oxford: Oxford University Press.
Kadmon, N. 2001. Formal Semantics: Semantics, Pragmatics, Presupposition, and Focus. Oxford: Blackwell.
Katz, Albert N; Cacciari, Cristina; Gibbs, Raymond W; Turner, Mark. 1998. Figurative Language and Thought.  New York: Oxford University Press.
KearnsKate2000Semantics.  New York: Palgrave Macmillan.
Khairina Nasution. 2008. “Metafora dalam Bahasa Mandailing: Persepsi Masyarakat Penuturnya”. Linguistik Indonesia, Tahun ke 26, No. 1. Hal. 75–87
Kohtari, 2004. Research Methodology: Methods and Techniques. New Delhi: New Age International.
Kövecses, Zoltán. 2000. Metaphor and Emotion: Language, Culture, and Body in Human Feeling. Cambridge: Cambridge University Press.
______________ 2002. Metaphor: A Practical Introduction (1st Edition). Oxford: Oxford University Press.
______________ 2005. Metaphor in Culture: Universality and Variation. Cambridge: Cambridge University Press.
______________ 2010. Metaphor: A Practical Introduction (2nd Edition). Oxford: Oxford University Press.
KrachtMarkus. 2011Interpreted Language and CompositionalityNew YorkSpringer.
Lakoff, George dan Mark Johnson. 1980. Metaphors We Live By. Chicago:University of Chicago Press
Lakoff, George. 1991. “Cognitive versus generative linguistics: how commitments influence results”. Language and CommunicationVol11, No.1/2. Hal. 53-62
_____________ 1993. “The comtemporary theory of metaphor”. Dalam Andrew Ortony (ed.). Metaphor and Thought (2nd Edition). Cambridge: Cambridge University Press.
Langacker, Ronald W. 1987. Foundations of Cognitive Grammar. Vol. I. Stanford: Standford University Press
__________________ 2000a. Grammar and Conceptualization. Berlin and New York: Mouton de Gruyter.
__________________ 2000b. “Why a mind is necessary: conceptualization, grammar, dan linguistic semantics”. Dalam Liliana Albertazzi (ed.). Meaning and CognitionAmsterdamJohn Benjamins Publishing.
__________________ 2008. Cognitive Grammar: A Basic Introduction. Oxford: Oxford University Press.
__________________ 2009. Investigation in Cognitive Grammar. Berlin and New York: Mouton de Gruyter.
Larkin, Shirley. 2010. Metacognition in Young Children. London: Roudledge
Leech, Geoffrey. 1974/1981. Semantics: The Study of Meaning. Edisi ke-2. Middlesex: Penguin Books
Leezenberg, Michiel. 2001. Contexts of Metaphor. Amsterdam: Elsevier.
LeibnizGottfried Wilhelm von1765/1981New Essays on Human UnderstandingTerjemahan oleh Peter Remnant dan Jonathan Bennett. CambridgeCambridge University Press.
Lubis, Syahron. 2009. “Penerjemahan Teks Mangupa dari Bahasa mandailing ke Bahasa Inggris”. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Lunsford, Ronald F. 1980. Byron’s Spacial Metaphor: A Psycholinguistic Approach. Dalam Ching, Marvin K. L, Haley, Michale C, dan Lunsford, Ronald F. Linguistic Perspective on Literature. London: Roudledge & Kegan Paul.
Lycan, William G. 2000. Philosophy of Language: Contemporary Introduction. London: Routledge.
Lyons, J. 1987. “Semantics.” Dalam J. Lyons (ed.). New Horizons in linguistics.Vol. 2. London: Penguin. Hal. 152-178.
Margolis, Eric and Laurence, Stephen. 2012. "Concepts". Dalam Edward N. Zalta (ed.) The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Fall 2012 Edition)., URL = .
Mason, Jennifer. 1996. Qualitative Researching. London: Sage Publication
Mathiessen, C. M. I. M. 2009. “Ideas and new direction” dalam Halliday, M. A. K dan Webster, Jonathan (eds).Continuum Companion to Systemic Functional Linguistics. New York: Continuum
Mathiessen, C. M. I. M; Teruya, Kazihiro; dan Lam, Marvin. 2010. Key Terms in Systemic Functional Linguistics. New York: Continuum
Merriam-Webster Dictionary.http://www.merriam-webster.com/dictionary
Maykut, Pamela dan Morehouse, Richard. 1994. Beginning Qualitative Research: A Philosophic and Practical Guide. London: The Falmer Press.
McDowell, John. 1976/2005. “Truth conditions, bivalence, and verificationism”. Dalam Gareth Evans dan John McDowell (eds.). Truth and Meaning: Essays in Semantics. Oxford: Clarendon Press
McGlone, Matthew S. 2007. “What is the explanatory value of a conceptual metaphor”. Language and Communication, Vol.27, Hal. 109–126.
Mill, John Stuart. 1882/2009. A System of Logic: Ratioconative and Inductive. Edisi ke-8. New York: Harper and Brothers
Morris, Michael. 2007. An Introduction to the Philosophy of Language. Cambridge: Cambridge University Press
Moss, Helen E; Tyler, Lorraine K; dan Taylor, Kirsten I2007. “Conceptual structure”. Dalam M. Gareth Gaskell (ed.) Oxford Handbook of PsycholinguisticsOxford: Oxford University Press, hal. 217-234
Nerlich, Brigitte dan David D. Clarke. 2001. “Mind, meaning, and metaphor: the philosophy and psychology of metaphor in 19th century Germany”. History of the Human Sciences, Vol.14, No.2, Hal.39–61
Newman, Sara J. 2001. “Aristotle’s definition of rethoric in the Rethoric: the metaphors and their message”.Written Communication, Vol.18, No.1, Hal. 3–25.
Obitko, Marek. 2007. “Translations between Ontologies in Multi-Agent Systems”. Ph.D. dissertation. Faculty of Electrical Engineering, Czech Technical University in Prague.
Ogden, C. K dan Richards, I. A. 1923/1946. The Meaning of Meaning: A Study of the Influence of Language upon Thought and of the Science of Symbolism. Edisi ke-8. New York: A Harvest Book
Panther, Klaus-Uwe dan Radden, Gunter. 2011. “Introduction: reflection on motivation revisited”. Dalam Panther, Klaus-Uwe dan Radden, Gunter  (eds.). Motivation in Grammar and the Lexicon. Amsterdam: John Benjamins Publishing. Hal. 1–26.
Partee, Barbara H. 2004. Compositionality in Formal Semantics: Selected Papers by Barbara H. Partee . Oxford: Blackwell
Patterson, Douglas. 2012. Alfred Tarski: Philosophy of Language and Logic. New York: Palgrave Macmillan
Potts, Christopher. 2005. The Logic of Conventional Implicatures. Oxford: Oxford University Press
PrandiMichele2004The Building Blocks of Meaning: Ideas for a Philosophical GrammarAmsterdamJohn Benjamins Publishing
PredelliStefano2001Contexts: Meaning, Truth, and the Use of LanguageOxfordClaredon Press
Putnam, Hilary. 1975. Mind, Language, and Reality: Philosophical Papers. Vol.2. Cambridge: CUP.
Quine, Willard Van Orman. 1953/1961. From A Logical Point of View. Edisi ke-2. New York: Harper Torchbooks
______________________ 1960. Word and Object. Cambridge: MIT Press
______________________ 1970/1986. Philosophy of Logic. Edisi ke-2. New York: Harper Torchbooks
Rand, Ayn. 1966. Introduction to Objectivist Epistemology. New York: A Meridian Book
Recanati, Francois. 2004. Literal Meaning. Oxford: Oxford University Press.
_______________ 2005. “Literalism and contextualism: some varieties”. Dalam Gerhard Preyer dan Georg Peter (eds.). Contextualism in Philosophy: Knowledge, Meaning, and Truth. Oxford: Clarendon Press
_______________ 2007. Perspectival Thought: A Plea for (Moderate) Relativism. Oxford: Oxford University Press.
_______________ 2010. Truth Conditonal Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.
Riemer, Nick. 2010. Introducing Semantics. Cambridge: Cambridge University Press.
Romero, Esther dan SoriaBelen. 2003Cognitive Metaphor Theory Revisited. Makalah disajikan pada the II Latin Meeting for Analytic Philosophy in Aix en Provence (13-15 November 2003).
____________________________ 2007aMetaphors: What is Said or What is Implicated?. Makalah disajikan pada the Riga Conference on Metaphor dan the 15th Annual Meeting of the ESSP di Geneva.
____________________________ 2007b“A View of Novel Metaphor in the Light of Recanati’s Proposals”.Dalam María José Frápolli (ed.). Saying, Meaning and Referring: Essays on François Recanati's Philosophy of Language. New York: Palgrave Macmillan. (hal. 145-159)
Rohrer, Tim. 2007. “Embodiment and experientialism”. Dalam Dirk Geeraerts dan  Hubert Cuyckens. The Oxford Handbook Of Cognitive Linguistics. Oxford: Oxfor University Press. Hal. 25 – 47.
Rudi Hartono. 2011. “Penerjemahan Idiom dan Gaya Bahasa (Metafora, Kiasan, Personifikasi, Aliterasi) dalam Novel  ‘To Kill a Mockingbird’ Karya Harper Lee dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia (Pendekatan Kritik Holistik)”. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Ruhl, Charles. 1989. On Monosemy: A Study in Linguistic Semantics. NewYork: State University of New York Press.
Russell, Bertrand. 1922/2001. “Introduction” dalam Wittgenstein,  Ludwig Tractatus Logico-Philosophicus. Terjemahan oleh D. F. Pears dan B. F. McGuinness.  London: Roudledge.
Saeed, John I. 2003. SemanticsEdisi ke-2. London: Blackwell.
Sauerland, Uli dan Stateva, Penka. 2007. “Introduction”. Dalam Uli Sauerland dan Penka Stateva (eds.).Presupposition and Implicature in Compositional Semantics.  New York: Palgrave Macmillan
Schartz, Bennett L. dan Perfect, Timothy J. 2004. “Introduction: toward and applied metacognition”. Dalam Perfect, Timothy J. dan Schartz, Bennett L. (eds.). Appled Metacognition. Cambridge: Cambridge University Press.
Schiappa, Edward. 2003. Defining Reality Definitions and the Politics of Meaning. Carbondale: Southern Illinois University Press
Searle, John R. 1978. “Literal meaning”. ErkenntnisVol. 13.  Hal. 207-224
___________ 1975/1996. “Indirect speech act”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. (3rd Edition).  New York: Oxford University Press.
___________ 1975/1996. “Indirect speech act”. Dalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. (3rd Edition).  New York: Oxford University Press.
___________ 1979/1993. “Metaphor”. Dalam Ortony, Andrew (ed.). Metaphor and Thought. 2nd edition. Cambridge: Cambridge University Press.
___________ 2008Philosophy in A New Century: Selected EssaysCambridge: Cambridge University Press.
Smith, L. 1986. Behaviorism and Logical Positivism: A Reassessment of Their Alliance. Stanford: Stanford University Press.
Speaks, Jeff. 2011. "Theories of Meaning", The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Summer 2011 Edition), Edward N. Zalta (ed.), URL = .
Sperber, Dan dan Wilson, Deirdre. 1995. Relevance: Communication and Cognition. Edisi ke-2. Oxford: Blackwell.
Stern, Josef. 2000. Metaphor in Context. Cambridge: The MIT Press.
__________ 2006. “Metaphor, literal, literalism”. Mind and Language, Vol.21, No.3, Hal.243–279.
__________ 2009. “Metaphor and minimalism”. Philos StudSpringer, DOI 10.1007/s11098-009-9486-3
Sudaryanto. 1983. Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia: Keselarasan Pola-Urutan. Jakata: Djambatan.
__________ 1993. Metode dan Aneka Teknis Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
__________ 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
Talmy, Leonard. 2000. Toward A Cognitive Semantics Volume I: Concept Structuring Systems. Cambridge: MIT Press
Tarski, Alfred. 1944/1986. “The semantic conception of truth and the foundations of semantics”. DalamDalam A. P. Martinich (Ed.). The Phyloshophy of Language. 3rd Edition.  New York: Oxford University Press. Hal. 61 – 84.
____________ 1956. Logic, Semantics, Metamathematics: Papers from 1923 to 1938. Terjemahan oleh J. H. Woodger. Oxford: The Claredon Press
Tendahl, Markus. 2009. A Hybrid Theory of Metaphor: Relevance Theory and Cognitive Linguistics. Hampshire:Palgrave Macmillan
Verhaar, J. W. M. 1970. Teori Linguistik dan Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius.
Verhagen, Arie. 2007. “Construal And Perspectivization”. Dalam Dirk Geeraerts dan  Hubert Cuyckens. The Oxford Handbook Of Cognitive Linguistics. Oxford: Oxfor University Press.
Vygotsky, Lev. 1934/1986. Language and Thought. Massachusette: MIT Press
Wahab, Abdul. 1991. Isu Linguistik: Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press.
Weiskopf, Daniel A. 2011. “The theory theory of concepts”. Internet Encyclopedia of Philosphy. http://www.iep.utm.edu/th-th-co/  diakses 14 Mei 2011
Wilson, D. dan Sperber, D. 2000. “Truthfulness and Relevance” UCL Working Papers in Linguistics , Vol. 12,  hal. 215-254.
Wittgenstein,  Ludwig. 1922/2001. Tractatus Logico-Philosophicus. (Dengan Pengantar dari Bertrand Russell). Terjemahan oleh D. F. Pears dan B. F. McGuinness.  London: Roudledge.
____________________ 1953/1986. Philosophical  Investigations (edisi ke-2). Terjemahan oleh G.  E.  M.  Anscombe dari tulisan Wittgenstein 1945-1949. Oxford: Basil Blackwell.
Wijana, I Dewa Putu. 1997. “Slogan sebagai wacana persuasif: Studi kasus wacana kampanye pemilihan BEM dan SM Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 1996”. Humaniora. Vol.IV. Hal. 26-31.



Zaimar, Okke Kusuma Sumantri. 2002. “Majas dan pembentukannya”. Makara, Sosial Humaniora. Vol. 6, No. 2, hal. 45–57.